Menteri Baru, Ganti Kurikulum, Salah Besar Pendidikan Ada di Bawah Kementerian, Harusnya Menjadi Lembaga Khusus Independen

  • Bagikan

sinargunung.com, Jakarta | Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Riset, Stella Christie menyita perhatian banyak kalangan sebab latar belakangnya yang mentereng sebagai akademisi dan ilmuwan.

Sebagai Alumnus Universitas Harvard, Wamen Stella mengatakan perbedaan antara Pendidikan di luar negeri dan di Tanah Air, terkhususnya Perguruan Tinggi.

“Pendidikan tinggi itu bagaimana knowledge atau pengetahuan baru dibuat. Seharusnya pendidikan tinggi kita belajar untuk mengeluarkan sesuatu yang baru,” ungkap Stella Christie dalam acara Indonesia Millennial and Gen-Z Summit (IMGS) 2024 yang digelar di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Selasa (22/10/2024).

Wamen Stella megungkapkan bahwa seharusnya pendidikan mampu melahirkan Sumber Daya Manusia yang dapat menelurkan pengetahuan, konsep dan ilmu sendiri.

Tidak harus berupa hasil penelitian atau inovasi yang termutakhir, berikut ini adalah sejumlah tokoh Indonesia yang kerap menelurkan pemikirannya sendiri yang akhirnya menjadi sebuah bentuk pengetahuan baru.

Mantan Wakil Presiden Muhammad Hatta yang melahirkan ide koperasi. Menurut Bung Hatta, gerakan kebangsaan Indonesia sudah mengadopsi koperasi ini. Maklum, filosofi koperasi sama dengan semangat self-help.

Saat itu, gerakan nasional percaya, kapitalisme tak cocok dengan alam Indonesia.

Para pemimpin pergerakan kemudian melirik koperasi. Maklum, koperasi punya persamaan dengan sistem sosial asli bangsa Indonesia, yakni kolektivisme. Masyarakat Indonesia gemar tolong-menolong. Sementara koperasi juga menganut prinsip tolong-menolong itu.

Koperasi juga bisa mendidik toleransi dan rasa tanggung-jawab bersama. Dengan demikian, kata Bung Hatta, koperasi bisa mendidik dan memperkuat demokrasi sebagai cita-cita bangsa. Lebih lanjut, Bung Hatta mengatakan, koperasi juga akan mendidik semangat percaya pada kekuatan sendiri (self help).

Bung Hatta menyampaikan bahwa koperasi bisa menempa ekonomi rakyat yang lemah agar menjadi kuat. Koperasi bisa merasionalkan perekonomian, yakni dengan mempersingkat jalan produksi ke konsumsi. Bagi Bung Hatta, koperasi merupakan senjata persekutuan si lemah untuk mempertahankan hidupnya.

Di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto saat ini, koperasi menjadi sebuah kementerian tersendiri, yakni Kementerian Koperasi.

Lalu tokoh kedua yang kerap melahirkan pemikirannya sendiri adalah Ir. Soekarno dengan ide Pancasila-nya. Ide Pancasila bermula saat Soekarno tengah diasingkan ke Ende, Pulau Flores. Saat sedang merenungi masalah kebangsaan di bawah pohon sukun bercabang lima.

Perenungan Bung Karno di bawah pohon sukun bercabang lima itu mengilhami penggalian lima sila yang kemudian kini menjadi dasar negara Indonesia.

Pembuangan yang awalnya ditujukan untuk mematahkan semangat Bung Karno malah menghasilkan satu tujuan besar yang menjadi modal perjuangan kemerdekaan. Di Ende, Bung Karno mendapatkan waktu untuk menjauhi kebisingan perjuangan.

Bung Karno melihat betapa majemuknya masyarakat Indonesia yang membuatnya semakin yakin harus membuat tanah airnya bersatu dengan sifat nasionalisme di atas segala perbedaan.

Di Ende, Bung Karno juga melihat kemelaratan rakyat secara langsung akibat penjajahan. Maka keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi tujuan penting dari perjuangannya. Lalu pemikirannya mengenai Marhaenisme.

Marhaenisme adalah ideologi yang menentang penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa. Nama Marhaen bahkan diambil dari nama seorang petani di Indonesia.

Nah untuk dapat menghasilkan SDM-SDM yang berkualitas, yang mampu menghasilkan pemikiran sendiri, pendidikan tentu menjadi faktor yang teramat penting.

Namun sayangnya, sistem pendidikan Indonesia menjadikan anak-anak atau murid-murid sebagai KELINCI PERCOBAAN, karena setiap kali berganti menteri, kita pasti akan ganti kurikulum, ganti menteri, ganti kurikulum. Buat anak kok coba-coba, slogan begitu sangat menggambarkan sistem pendidikan kita.

Anak-anak dijadikan ajang kelinci percobaan tanpa adanya riset yang matang terlebih dahulu, entah itu pemerintah mencoba untuk mengubah beberapa kebijakan pendidikan di era sebelumnya atau bahkan mengadopsi sistem pendidikan asing, yang bahkan belum diuji apakah sistem pendidikan tersebut benar-benar sesuai dengan kondisi realita pendidikan kita.

Pendidikan merupakan pembangunan manusia yang sifatnya vital untuk keberlangsungan generasi dan masa depan bagaimana bangsa ini bisa terus hidup dan berjalan.

Namun sisi kelemahan pendidikan kita terjadi manakala sistem pendidikan disusun per periodik di bawah kementerian. Sehingga ketika berganti pemerintahan atau bahkan berganti menteri, sistem pendidikan kita pun akan berganti pula, sementara dalam rangka pembangunan manusia, pendidikan tidak bisa disusun secara setengah-setengah.

Dengan demikian agak kurang tepat jika pendidikan hanya berada di bawah kementerian yang sifatnya akan terus berganti setiap 5 periode kepemimpinan di Tanah Air.

Pendidikan harusnya dibuat menjadi sebuah Lembaga khusus independen yang keberadaannya tidak akan hilang ketika sebuah pemerintahan berganti, seperti misalnya Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan yang didirikan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk lebih fokus mengentaskan kemiskinan di Indonesia atau seperti layaknya lembaga KPK.

Di dalam lembaga tersebut nantinya akan diriset dan diadakan penelitian terlebih dahulu sistem pendidikan atau kurikulum seperti apa yang cocok diberlakukan di negara yang majemuk seperti Indonesia, saya yakin kita tidak kekurangan orang-orang pintar untuk bisa meneliti dan mengobservasi hal tersebut ungkapnya. (eki)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *