sinargunung.com, Jakarta | Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengeluarkan pernyataan tegas terkait dengan wewenang pengiriman nama-nama hasil Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak boleh mengirimkan hasil tersebut ke DPR, karena itu merupakan kewenangan Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto.
Boyamin mengatakan mengacu pada dasar hukum yang kuat, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112/PUU-XX/2022, khususnya halaman 118 alenia pertama. Menurutnya, putusan tersebut memperjelas kewenangan untuk menyerahkan nama-nama Calon Pimpinan KPK dan Dewas KPK kepada DPR berada di tangan Presiden periode mendatang.
“Untuk ini, Kami akan mengajukan surat somasi atau teguran kepada Presiden Jokowi agar tidak menyerahkan hasil Pansel Calon Pimpinan KPK dan Calon Dewas KPK kepada DPR,” kata Boyamin pada Rabu, 2/10/2024.
Boyamin menegaskan jika somasi tersebut diabaikan, pihaknya akan mengambil langkah hukum lebih lanjut dengan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Apabila somasi atau teguran ini diabaikan, maka kami akan mengajukan gugatan ke PTUN untuk membatalkan surat presiden kepada DPR,” ungkap Boyamin.
Lebih lanjut lemindahan Wewenang ke Presiden Terpilih menurut Boyamin, keputusan untuk menyerahkan nama-nama Calon Pimpinan KPK dan Dewas KPK sepenuhnya menjadi hak Presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang akan dilantik pada 20 Oktober 2024. Oleh karena itu, kata dia, MAKI berencana mengirimkan surat kepada DPR untuk menolak surat yang dikirimkan oleh Jokowi jika hal tersebut tetap dilakukan sebelum masa jabatannya berakhir.
“Kami juga akan berkirim surat untuk menolak surat presiden Jokowi dikarenakan yang berwenang adalah Presiden Prabowo Subianto setelah dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024,” ucap Boyamin.
Boyamin menyebut proses pemilihan pimpinan lembaga antirasuah seperti KPK harus dilakukan oleh presiden yang akan menjalankan pemerintahan di periode mendatang, sehingga menjaga integritas dan kelancaran dalam penegakan hukum di Indonesia.
Putusan MK Sebagai Dasar Hukum Kuat
Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang menjadi dasar argumen MAKI menekankan bahwa masa transisi pemerintahan harus diikuti dengan penyerahan wewenang secara tertib dan sesuai dengan konstitusi.
Dalam halaman 118 alinea pertama putusan tersebut, dinyatakan bahwa pengambilan keputusan strategis yang memengaruhi lembaga negara atau lembaga independen seperti KPK sebaiknya dilakukan oleh Presiden yang akan menjabat pada periode mendatang.
Putusan ini menekankan pentingnya menjaga kesinambungan pemerintahan dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata negara yang berlaku. MAKI, dengan argumentasi yang didasarkan pada putusan ini, berpendapat bahwa keputusan terkait pengangkatan Calon Pimpinan KPK dan Dewas KPK harus dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto setelah dilantik, bukan oleh Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya.
Implikasi Hukum Jika Somasi Diabaikan
Jika Presiden Jokowi tetap mengirimkan hasil Pansel Calon Pimpinan KPK dan Dewas KPK kepada DPR, MAKI berencana untuk mengajukan gugatan hukum melalui PTUN. Gugatan ini bertujuan untuk membatalkan keputusan presiden tersebut karena dinilai melanggar prinsip-prinsip dasar tata negara yang diatur oleh MK.
Boyamin menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk menjaga legitimasi proses pemilihan pimpinan KPK dan Dewas KPK agar tidak terjadi pelanggaran konstitusi.
“Kami akan memastikan bahwa hak-hak presiden terpilih untuk membuat keputusan strategis tersebut tidak dilanggar. Kami berharap Presiden Jokowi menghormati keputusan MK dan memberikan ruang bagi Presiden Prabowo Subianto untuk menjalankan wewenangnya dengan baik setelah dilantik,” pungkas Boyamin.
Pentingnya KPK dalam Pemberantasan Korupsi
KPK merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Oleh karena itu, pemilihan Calon Pimpinan KPK dan Dewas KPK menjadi sangat krusial. Proses pemilihan yang sesuai dengan konstitusi dan putusan MK akan memastikan bahwa pimpinan yang terpilih memiliki legitimasi yang kuat untuk memimpin KPK dalam menjalankan tugasnya.
MAKI berharap bahwa proses pemilihan ini berjalan transparan dan sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga KPK tetap menjadi lembaga independen yang mampu menegakkan hukum dan memberantas korupsi tanpa intervensi dari pihak manapun. (Ror)