SINARGUNUNG.COM, JAKARTA | Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di Kantor Bupati Labuhan Batu terkait penyelidikan dugaan korupsi suap. Tersangka utama dalam kasus ini adalah Bupati Labuhan Batu nonaktif Erik Adtrada Ritonga (EAR).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali fikri, menyampaikan bahwa tim penyidik telah menyelesaikan penggeledahan pada Kamis (18/1) di Kantor Bupati Labuhan Batu.
Proses penggeledahan tersebut, penyidik menemukan sejumlah alat bukti, termasuk dokumen Surat Keputusan (SK) yang menunjukkan EAR sebagai Bupati dan SK pengangkatan Rudi Syahputra Ritonga (RSR) sebagai anggota DPRD.
Selain itu, ditemukan pula bukti elektronik dan data pekerjaan Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu dari tahun anggaran 2021 hingga 2023.
Lokasi lain yang menjadi sasaran penggeledahan adalah rumah pribadi RSR, dengan hasil berupa catatan ploting proyek dan setoran fee untuk RSR dan EAR.
Penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di rumah pribadi pihak terkait perkara ini, menemukan catatan ploting proyek pekerjaan tahun anggaran 2023 dan 20 stempel perusahaan yang digunakan dalam tender pekerjaan di Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu.
Alat bukti yang berhasil ditemukan akan kini dipelajari dan dianalisis untuk disertakan dalam berkas perkara. Sebelumnya, pada Jumat (12/1), KPK telah menetapkan EAR sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Labuhan Batu.
Selain EAR, tiga orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu RSR, Efendy Sahputra (alias Asiong), dan Fazar Syahputra (alias Abe).
Penetapan tersangka ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) setelah menerima laporan dan informasi dari masyarakat mengenai dugaan korupsi oleh penyelenggara negara terkait pengondisian pemenangan kontraktor proyek pengadaan di Labuhan Batu.
Pada OTT tersebut, KPK berhasil mengamankan uang tunai sekitar Rp551,5 juta sebagai bagian dari dugaan penerimaan, dan sekitar Rp1,7 miliar sebagai dugaan suap.
Tersangka pemberi suap, FS dan ES, dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf atau b dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, EAR dan RSR sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Perkembangan lebih lanjut dalam penyidikan ini masih akan terus diikuti untuk memberikan informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat.